Value Marketing
Value Marketing*
A. B. Susanto**
Value Marketing membuat orang Amerika kegemukan, tulis The American Institute for Cancer Research. Pasalnya industri makanan di sana mendorong konsumsi dengan menawarkan lebih banyak makanan dengan harga tetap. Maklum, cara termurah untuk menawarkan extra value pada pelanggannya adalah dengan meningkatkan ukuran porsinya, bukan dengan memotong harganya.
Drucker berujar fungsi bisnis telah bergeser menjadi penciptaan value dan kesejahteraan. Istilah “value” digunakan karena kegunaan produk dan layanan yang melekat padanya meningkat.
Sesungguhnya, kata Doyle, kegiatan pemasaran ujung-ujungnya adalah maksimalisasi shareholder value. Pemasaran dipandang dari sisi kepentingan pemegang saham perusahaan (result driven), mengikuti permintaan pasar modal yang mengevaluasi efektivitas penyelenggaraan perusahaan berdasarkan kemampuannya menyajikan shareholder value dalam bentuk deviden dan naik turunnya harga saham.
Tentu berbeda sekali dengan praktek di lapangan yang biasanya mendefinisikan tujuan pemasaran dalam indikator penjualan, pangsa pasar (market share), dan kepuasan pelanggan. Tujuan yang kedua ini tidak jarang berbenturan dengan kepentingan pemegang saham. Misalnya, pemaksimuman penjualan, pangsa pasar, atau kepuasan pelanggan berimplikasi pada rendahnya harga dan tingginya pengeluaran, meskipun barangkali justru menguntungkan dalam jangka panjang.
Pendapat Doyle tidaklah keliru. Tapi value delivery yang dipandang dari sisi keuangan semata kadang justru menjebak. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa value berupa uang memang yang paling sederhana dan paling mudah ditengarai daripada value secara fungsional. Agar dapat memberikan keunggulan kompetitif, tidaklah cukup hanya melihat dari perspektif shareholder value saja, apalagi kalau sampai mengorbankan tujuan jangka panjang.
Tak kalah penting adalah customer value. Shareholder value hanya akan dicapai melalui ’super customer value’ yang menyajikan keunggulan diferensial yang kompetitif. Customer value merupakan preferensi yang dirasakan pelanggan terhadap ciri produk, kinerja, dan apakah memenuhi apa yang dinginkan. Dewasa ini telah berkembang konsep-konsep macam Relationship Marketing, Customer Retention, Customer Loyalty, Database Marketing, CRM (Customer Relationship Management), Frequency Marketing, Permission Marketing, dan One-to-One Marketing yang semuanya menggunakan pendekatan berbasis customer value.
Perbedaannya terletak pada bagaimana memposisikan diri terhadap pelanggan, meskipun tujuan akhirnya sama : mempertahankan pelanggan dan meningkatkan value.
Perlu pendekatan strategis untuk menghubungkan proses pemasaran dengan value dari shareholder, pelanggan, dan karyawan yang tertuang dalam Value Chain Marketing. Dalam implementasinya dilakukan Value Chain Analysis untuk membantu perusahaan mengidentifikasi sumber dan kapabilitas potensialnya yang kompetitif. Perusahaan membutuhkan analisis terhadap keseluruhan value chain-nya, termasuk keterhubungan diantara tiap tahapannya dan dalam prosesnya bisa dibangun informasi value chain terpadu. Ibarat lomba lari maka start-nya adalah customer needs, dan garis finish-nya adalah customer delight.
Setiap fungsi bisnis dalam value chain diperlakukan sebagai aset penting dan berkontribusi pada value. Pendek kata, value chain marketing memadukan dan mengelola semua fungsi bisnis, memenuhi kebutuhan pelanggan. Tidak hanya berhenti di sini, setelah transaksi penjualan tetap menjaga hubungan dengan pelanggan melalui layanan yang ’superior’ sehingga diperoleh customer equity yang tinggi.
Eksplorasi nilai berikutnya adalah customer value sebagai media antara untuk menciptakan shareholder value. Bagi perusahaan, pelanggan berkontribusi dalam bentuk uang, dorongan dan kompetisi, feedback, serta spesifikasi desain. Hubungan dengan pelanggan tidak bisa dibangun dalam semalam. Untuk merubah orientasi dari product-focused menjadi customer-focused perusahaan harus memenuhi tiga tahap berikut: mengenal pelanggan; menyampaikan value yang signifikan dan kompetitif; serta menciptakan budaya yang customer-centric.
Untuk dapat memberikan keunggulan kompetitif, tidaklah cukup dengan value secara fungsional tapi juga secara emosional. Lantas, apa yang membuat pelanggan puas? Untuk bisa menjawabnya terlebih dahulu dikaji apa yang diharapkan pelanggan terhadap perusahaan, yaitu tanggung jawab, kualitas, value dan inovasi dari produk dan layanan, kualitas keseluruhan layanan/dukungan, dan penyajian yang tepat waktu.
Tapi ingat kepuasan pelanggan saja belum menjadi jaminan pelanggan loyal karena seperti yang dilaporkan dalam Harvard Business Review, bahwa antara 15-40 % dari pelanggan yang semula puas kemudian pindah ke pesaing tiap tahunnya. Dengan kata lain kepuasan tidak lantas berarti loyalitas.
Apa peran loyalitas dalam kehidupan pelanggan ? Sebagian besar pelanggan mempunyai keinginan yang kuat untuk membangun loyalitas. Mereka akan kembali dan kembali lagi jika diperlakukan dengan baik dan merasa nyaman. Dengan loyalitas ini pelanggan ingin mengurangi resiko dengan kembali ke perusahaan yang mereka percayai karena mereka tahu apa yang akan mereka dapatkan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan customer value kuncinya terletak pada komunikasi. Promosi pemasaran penting untuk mempertahankan pelanggan (customer retention) dan mendongkrak penjualan. Pilihan yang dibuat pelanggan didasarkan atas persepsi mereka. Semakin kuat mengenal pelanggan, akan lebih mudah mempengaruhi persepsi mereka secara efektif.
Siapakah yang menjadikan semua value itu sampai kepada pelanggan ? Penopang utama tercapainya value delivery yang prima adalah manusia yang ada dalam organisasi. Sehingga tak pelak lagi employee value menjadi bagian yang krusial tersajikannya nilai untuk pelanggan, yang akhirnya berujung kepada terciptanya nilai bagi pemegang saham.
Bagi perusahaan karyawan memberi kontribusi dalam tenaga kerja, layanan, keahlian, ide dan inovasi, serta budaya perusahaan. Harapan dari karyawan terhadap perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut : kelangsungan perusahaan, pembagian keuntungan, keamanan kerja, kualitas lingkungan kerja, sharing informasi, dan manajemen yang baik.
Prinsip utama dalam value delivery adalah memberi nilai tambah pada tiap tahap dalam aliran nilai sesuai dengan proposisi nilai yang dijanjikan serta mengumpulkan informasi dan data untuk perbaikan kontinyu (continuous improvement) terhadap proses. Harapan terhadap value delivery ini secara finansial tercermin dalam laba, pertumbuhan laba, rasio keuangan, cash flow, dan kemampuan meraup modal. Ke depan akan tercermin dalam posisi pasar, potensi pertumbuhan, perbaikan kontinyu, serta knowledge management. Sedangkan harapan terhadap stakeholder dapat diwakili oleh karyawan dan pelanggan.
Jadi value marketing bertumpu pada tiga tahapan utama yang harus dilalui, yaitu value exploration, value creation, dan value delivery yang semuanya harus didukung oleh employee value. Value marketing bermula dari sikap manajemen puncak untuk fokus dalam mendahulukan kepentingan pelanggan, dengan memenuhi atau bahkan mengantisipasi kebutuhan pelanggan. Rela melakukan tarik ulur laba jangka pendeknya dengan laba jangka panjang demi hubungan loyalitas dalam suasana win-win solution. Dengan demikian pelanggan yang menguntungkan bisa ditarik dan dipertahankan.
* Dimuat di majalah Eksekutif November 2003
* Managing Partner The Jakarta Consulting Group
A. B. Susanto**
Value Marketing membuat orang Amerika kegemukan, tulis The American Institute for Cancer Research. Pasalnya industri makanan di sana mendorong konsumsi dengan menawarkan lebih banyak makanan dengan harga tetap. Maklum, cara termurah untuk menawarkan extra value pada pelanggannya adalah dengan meningkatkan ukuran porsinya, bukan dengan memotong harganya.
Drucker berujar fungsi bisnis telah bergeser menjadi penciptaan value dan kesejahteraan. Istilah “value” digunakan karena kegunaan produk dan layanan yang melekat padanya meningkat.
Sesungguhnya, kata Doyle, kegiatan pemasaran ujung-ujungnya adalah maksimalisasi shareholder value. Pemasaran dipandang dari sisi kepentingan pemegang saham perusahaan (result driven), mengikuti permintaan pasar modal yang mengevaluasi efektivitas penyelenggaraan perusahaan berdasarkan kemampuannya menyajikan shareholder value dalam bentuk deviden dan naik turunnya harga saham.
Tentu berbeda sekali dengan praktek di lapangan yang biasanya mendefinisikan tujuan pemasaran dalam indikator penjualan, pangsa pasar (market share), dan kepuasan pelanggan. Tujuan yang kedua ini tidak jarang berbenturan dengan kepentingan pemegang saham. Misalnya, pemaksimuman penjualan, pangsa pasar, atau kepuasan pelanggan berimplikasi pada rendahnya harga dan tingginya pengeluaran, meskipun barangkali justru menguntungkan dalam jangka panjang.
Pendapat Doyle tidaklah keliru. Tapi value delivery yang dipandang dari sisi keuangan semata kadang justru menjebak. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa value berupa uang memang yang paling sederhana dan paling mudah ditengarai daripada value secara fungsional. Agar dapat memberikan keunggulan kompetitif, tidaklah cukup hanya melihat dari perspektif shareholder value saja, apalagi kalau sampai mengorbankan tujuan jangka panjang.
Tak kalah penting adalah customer value. Shareholder value hanya akan dicapai melalui ’super customer value’ yang menyajikan keunggulan diferensial yang kompetitif. Customer value merupakan preferensi yang dirasakan pelanggan terhadap ciri produk, kinerja, dan apakah memenuhi apa yang dinginkan. Dewasa ini telah berkembang konsep-konsep macam Relationship Marketing, Customer Retention, Customer Loyalty, Database Marketing, CRM (Customer Relationship Management), Frequency Marketing, Permission Marketing, dan One-to-One Marketing yang semuanya menggunakan pendekatan berbasis customer value.
Perbedaannya terletak pada bagaimana memposisikan diri terhadap pelanggan, meskipun tujuan akhirnya sama : mempertahankan pelanggan dan meningkatkan value.
Perlu pendekatan strategis untuk menghubungkan proses pemasaran dengan value dari shareholder, pelanggan, dan karyawan yang tertuang dalam Value Chain Marketing. Dalam implementasinya dilakukan Value Chain Analysis untuk membantu perusahaan mengidentifikasi sumber dan kapabilitas potensialnya yang kompetitif. Perusahaan membutuhkan analisis terhadap keseluruhan value chain-nya, termasuk keterhubungan diantara tiap tahapannya dan dalam prosesnya bisa dibangun informasi value chain terpadu. Ibarat lomba lari maka start-nya adalah customer needs, dan garis finish-nya adalah customer delight.
Setiap fungsi bisnis dalam value chain diperlakukan sebagai aset penting dan berkontribusi pada value. Pendek kata, value chain marketing memadukan dan mengelola semua fungsi bisnis, memenuhi kebutuhan pelanggan. Tidak hanya berhenti di sini, setelah transaksi penjualan tetap menjaga hubungan dengan pelanggan melalui layanan yang ’superior’ sehingga diperoleh customer equity yang tinggi.
Eksplorasi nilai berikutnya adalah customer value sebagai media antara untuk menciptakan shareholder value. Bagi perusahaan, pelanggan berkontribusi dalam bentuk uang, dorongan dan kompetisi, feedback, serta spesifikasi desain. Hubungan dengan pelanggan tidak bisa dibangun dalam semalam. Untuk merubah orientasi dari product-focused menjadi customer-focused perusahaan harus memenuhi tiga tahap berikut: mengenal pelanggan; menyampaikan value yang signifikan dan kompetitif; serta menciptakan budaya yang customer-centric.
Untuk dapat memberikan keunggulan kompetitif, tidaklah cukup dengan value secara fungsional tapi juga secara emosional. Lantas, apa yang membuat pelanggan puas? Untuk bisa menjawabnya terlebih dahulu dikaji apa yang diharapkan pelanggan terhadap perusahaan, yaitu tanggung jawab, kualitas, value dan inovasi dari produk dan layanan, kualitas keseluruhan layanan/dukungan, dan penyajian yang tepat waktu.
Tapi ingat kepuasan pelanggan saja belum menjadi jaminan pelanggan loyal karena seperti yang dilaporkan dalam Harvard Business Review, bahwa antara 15-40 % dari pelanggan yang semula puas kemudian pindah ke pesaing tiap tahunnya. Dengan kata lain kepuasan tidak lantas berarti loyalitas.
Apa peran loyalitas dalam kehidupan pelanggan ? Sebagian besar pelanggan mempunyai keinginan yang kuat untuk membangun loyalitas. Mereka akan kembali dan kembali lagi jika diperlakukan dengan baik dan merasa nyaman. Dengan loyalitas ini pelanggan ingin mengurangi resiko dengan kembali ke perusahaan yang mereka percayai karena mereka tahu apa yang akan mereka dapatkan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan customer value kuncinya terletak pada komunikasi. Promosi pemasaran penting untuk mempertahankan pelanggan (customer retention) dan mendongkrak penjualan. Pilihan yang dibuat pelanggan didasarkan atas persepsi mereka. Semakin kuat mengenal pelanggan, akan lebih mudah mempengaruhi persepsi mereka secara efektif.
Siapakah yang menjadikan semua value itu sampai kepada pelanggan ? Penopang utama tercapainya value delivery yang prima adalah manusia yang ada dalam organisasi. Sehingga tak pelak lagi employee value menjadi bagian yang krusial tersajikannya nilai untuk pelanggan, yang akhirnya berujung kepada terciptanya nilai bagi pemegang saham.
Bagi perusahaan karyawan memberi kontribusi dalam tenaga kerja, layanan, keahlian, ide dan inovasi, serta budaya perusahaan. Harapan dari karyawan terhadap perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut : kelangsungan perusahaan, pembagian keuntungan, keamanan kerja, kualitas lingkungan kerja, sharing informasi, dan manajemen yang baik.
Prinsip utama dalam value delivery adalah memberi nilai tambah pada tiap tahap dalam aliran nilai sesuai dengan proposisi nilai yang dijanjikan serta mengumpulkan informasi dan data untuk perbaikan kontinyu (continuous improvement) terhadap proses. Harapan terhadap value delivery ini secara finansial tercermin dalam laba, pertumbuhan laba, rasio keuangan, cash flow, dan kemampuan meraup modal. Ke depan akan tercermin dalam posisi pasar, potensi pertumbuhan, perbaikan kontinyu, serta knowledge management. Sedangkan harapan terhadap stakeholder dapat diwakili oleh karyawan dan pelanggan.
Jadi value marketing bertumpu pada tiga tahapan utama yang harus dilalui, yaitu value exploration, value creation, dan value delivery yang semuanya harus didukung oleh employee value. Value marketing bermula dari sikap manajemen puncak untuk fokus dalam mendahulukan kepentingan pelanggan, dengan memenuhi atau bahkan mengantisipasi kebutuhan pelanggan. Rela melakukan tarik ulur laba jangka pendeknya dengan laba jangka panjang demi hubungan loyalitas dalam suasana win-win solution. Dengan demikian pelanggan yang menguntungkan bisa ditarik dan dipertahankan.
* Dimuat di majalah Eksekutif November 2003
* Managing Partner The Jakarta Consulting Group
0 Comments:
Post a Comment
<< Home