Strategi Bisnis

"Dalang", mengurai dari balik tabir....

Friday, July 01, 2005

Konsolidasi Industri Pariwisata

Konsolidasi Industri Pariwisata*
A.B. Susanto*

Ledakan bom di Kuningan yang menyusul bom di hotel JW Marriot secara fisik memang terjadi sesaat dan guncangannya berhenti segera sesudah itu. Tetapi tak bisa dipungkiri ledakan itu cukup mengguncang sendi-sendi kehidupan di kota Jakarta. Baik langsung maupun tidak langsung hampir setiap aspek bisnis terkena imbasnya. Salah satu yang paling terkena imbasnya adalah industri pariwisata. Seperti dilaporkan beberapa media segera sesudah kejadian itu, tingkat hunian (occupancy rate) hotel-hotel berbintang turun secara signifikan. Lantas bagaimana menyiasati kondisi pasca krisis seperti ini?

Dinas pariwisata DKI Jakarta selama ini cukup gencar mempromosikan “Enjoy Jakarta” untuk menarik wisatawan asing maupun wisatawan nusantara untuk datang dan menikmati Jakarta. Padahal karakteristik wisatawan yang datang ke Jakarta berbeda dengan wisatawan yang datang misalnya ke Bali. Wisatawan yang datang ke Jakarta didominasi oleh motivasi bisnis dibanding leisure. Kondisi eksternal yang kurang mendukung, seperti kasus bom yang memberi kesan kurang aman disamping kemacetan dan setumpuk masalah yang ada di ibukota ini menyebabkan wisatawan cenderung efisien. Dalam artian, berada di Jakarta hanya untuk keperluan bisnisnya saja, begitu selesai langsung meninggalkan Jakarta. Untuk membuat wisatawan betah berlama-lama tentu saja tidak cukup dengan program promosi “Enjoy Jakarta” semata. Diperlukan kesiapan infrastruktur dan layanan yang memadai untuk mendukungnya.

Untuk itu konsolidasi, restrukturisasi, dan peningkatan keunggulan kompetitif merupakan langkah yang sudah semestinya diambil. Konsolidasi seluruh pelaku kepariwisataan dalam rangka meningkatkan citra positif kepariwisataan Jakarta ditempuh Dinas Pariwisata DKI melalui penyelenggaraan Adikarya Wisata 2004. Program ini merupakan pemberian anugerah wisata tertinggi di DKI Jakarta. Bekerja sama dengan The Jakarta Consulting Group, Dinas Pariwisata DKI Jakarta telah mereposisi Adikarya Wisata 2004 sebagai “Sistem Pembinaan Manajemen Mutu”. Adikarya Wisata 2004 ini benar-benar berbeda dengan anugerah sebelumnya, baik dalam konsep, sistem penyelenggaraan, kepanitiaan, sampai kepada dewan jurinya. Konsep yang diperkenalkan adalah Tourism Industry Scorecard, sistem penilaian berdasarkan pendekatan operasi bisnis unggul yang seimbang antara proses dan hasil. Dimensi approach menjawab pertanyaan yang dimulai dengan WHAT, terutama terkait dengan sistem. Dimensi deployment lebih menjawab pertanyaan yang dimulai dengan HOW yang terutama terkait dengan value creation. Sedangkan dimensi result mengukur value delivery, tren, dan pengaruhnya.

Dalam konsep ini, komitmen pimpinan yang visioner dan budaya organisasi memegang peran sebagai pendorong (driver). Keduanya mendapat peran ini karena organisasi memerlukan baik visibilitas maupun fleksibilitas. Visibilitas akan menentukan perspektif terhadap produk dan layanan yang diberikan, lini bisnis, sumber daya manusia sampai ke pelanggan. Sementara fleksibilitas memastikan bahwa proses jalannya bisnis merefleksikan perubahan baik eksternal maupun internal seperti perkembangan kebutuhan organisasi. Namun sebaik apapun pendorong, kalau sistemnya sendiri tidak bagus, maka tidak akan membawa banyak arti. Ibarat mobil mogok, kalau mesinnya masih belum hidup pendorong hanya akan berpengaruh sementara saja. Sistem dalam industri pariwisata dapat dijabarkan ke dalam strategi organisasi, fokus pada pelanggan dan pasar, manajemen sumber daya manusia, manajemen proses, dan penerapan dimensi hospitalitas.

Dalam konsep anugerah ini, semua industri pariwisata dianggap sebagai unit bisnis. Beroperasi semata-mata berorientasi bisnis, bukan kegiatan sosial. Sehingga dalam pengembangan strateginya, sasaran strategis utama ditentukan dengan mempertimbangkan faktor pelanggan/pasar, kompetensi sumber daya manusia, teknologi, resiko finansial/ekonomis, resiko politik/regulatori, dan trend baik nasional maupun internasional. Sedangkan dalam pelaksanaannya, strategi ini dijabarkan secara operasional dalam action plan dan hasilnya diukur dengan indikator kinerja utama (key performance index). Seiring berjalannya waktu beserta atmosfir yang melingkupinya, strategi ini dikaji dan ditinjau ulang dalam semangat perbaikan berkelanjutan (continues improvement) sesuai tuntutan yang ada.

Industri pariwisata berurusan dengan pergerakan manusia beserta pemenuhan kebutuhannya yang spesifik. Untuk bisa bertahan, pemain di industri dengan karakteristik ini dituntut untuk fokus pada pelanggan dan pasar. Sebagai penyedia jasa, pemain di industri ini harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang siapa pelanggannya yang bisa diketahui dengan segmentasi pasar. Setelah tahu segmennya, bisa ditentukan siapakah sasaran pelanggannya dan barulah beranjak pada apa kebutuhan/harapan utama mereka. Ekspektasi ini penting untuk menjamin pemenuhan kepuasan pelanggan. Dari pertanyaan yang diawali oleh siapa dan need analysis ini kemudian bisa ditingkatkan dengan menjawab bagaimana kualitas hubungan dengan pelanggan. Yang dilakukan dengan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan dan pengumpulan keluhan pelanggan. Keluhan pelanggan (feedback) yang didapat kemudian ditindaklanjuti secara profesional dalam standar waktu dan kompensasi tertentu.

Kalau fokus kepada pelanggan dan pasar adalah orientasi ke luar, maka di lingkup internal fokus ditujukan kepada sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia dapat dimulai dari tata kerja organisasi yang meliputi struktur organisasi, deskripsi jabatan, standar kompetensi, dan sistem komunikasi dua arah (top down dan bottom up), baik vertikal maupun horizontal. Di lain pihak, pembelajaran dengan pelatihan yang diadakan atas dasar kebutuhan akan meningkatkan kompetensi karyawan. Karyawan yang terus diasah dan memiliki tingkat kesejahteraan yang baik dapat diharapkan tidak hanya sekedar puas tetapi engaged. Karyawan yang engaged tidak memiliki masalah dalam absensi dan turnover, tetapi justru produktif dan memberikan kontribusi yang positif.

Strategi yang tepat dan SDM yang baik akan kurang bermakna kalau prosesnya sendiri tidak efektif dan efisien. Manajemen proses dilakukan melalui siklus identifikasi, pemetaan, standardisasi, penetapan indikator kinerja utama, dan sistem perbaikan. Baik dalam proses utama maupun proses pendukung, dimensi hospitalitas tidak boleh ketinggalan. Salah satu dari dimensi ini yang menonjol dalam kepariwisataan adalah kenangan yang berkesan bagi pelanggan (unique customer experiences). Eksotis merupakan sepenggal kata yang sangat bermakna bagi wisatawan, yang ia rela jauh-jauh datang untuk menikmatinya. Eksotika yang dikehendaki adalah yang tidak mengorbankan kelangsungan lingkungan hidup dan budaya lokal.
Semua hal di atas merupakan proses, yang baru setengah dari total nilai yang diberikan. Setengah yang lainnya ditujukan pada hasil-hasil bisnis yang meliputi pelanggan, pasar, proses layanan, finansial, SDM, lingkungan, dan penerapan dimensi hospitalitas.

Anugerah ini merupakan sarana pembinaan sekaligus penghargaan atas kontribusi pelaku industri pariwisata di DKI Jakarta. Anugerah ini tidak dimaksudkan untuk obral anugerah atau arisan. Sebagai commitment to excellent, Dewan Penilai mempunyai wewenang penuh untuk tidak memberikan anugerah pada suatu subkategori yang dinilai tidak memenuhi syarat menjadi pemenang.

* Dimuat di majalah Eksekutif medio September 2004
** Managing Partner The Jakarta Consulting Group, Anggota Dewan Kehormatan- Dewan Penilai Adikarya Wisata 2004

0 Comments:

Post a Comment

<< Home