‘MAKHLUK’ ORGANISASI
Jika kita menginginkan suatu perusahaan lestari, hal utama yang harus dilakukan adalah memperlakukan perusahaan sebagai suatu makhluk hidup. Dan ’darah’ yang harus terus mengalir dalam urat nadi perusahaan adalah inovasi.
Arie de Geus menyatakan agar dapat bertahan lama sebuah perusahaan harus memungkinkan orang-orangnya tumbuh dalam komunitas yang disatukan oleh nilai-nilai yang dinyatakan secara jelas dan konsisten. Nilai-nilai yang didasarkan atas identitas organisasi, kemauan untuk berubah dan semangat akan pengembangan. Komitmen pada sumber daya manusia ditempatkan di atas aset, dan respek terhadap inovasi dan pembelajaran.
Perusahaan harus terus-menerus mencari cara untuk menciptakan dan mewujudkan nilai (value) melalui inovasi tiada henti. Kemampuan untuk segera tanggap terhadap perubahan merupakan persyaratan agar perusahaan tetap bisa bertahan.
Pada dasarnya kinerja organisasi merefleksikan kombinasi antara kompetensi organisasional dan keselarasan organisasi dengan lingkungannya. Keselarasan yang ditentukan oleh sejauh mana kumpulan pengetahuan organisasional sesuai dengan tuntutan eksternal. Kemampuan organisasi menyempurnakan dan mengeksploitasi pengetahuan organisasionalnya sehingga mampu menciptakan pengetahuan baru dan menghasilkan inovasi, sangat bergantung pada pola komunikasi dan distribusi pengetahuan dalam organisasi. Jadi, bila peningkatan usia organisasi cenderung meningkatkan kekakuan pada pola komunikasi dan distribusi pengetahuan, maka sejalan dengan meningkatnya usia, organisasi pun menghasilkan lebih sedikit inovasi.
Kesenjangan antara kompetensi organisasional dengan tuntutan lingkungan juga meningkat sejalan dengan waktu. Bila organisasi relatif lamban (untuk berubah) maka keputusan-keputusan serta praktek-praktek yang dibawa sejak organisasi berdiri masih tetap berlaku. Akibatnya, ketika lingkungan eksternal berubah dengan cepat, keselarasan antara organisasi dengan lingkungannya akan menurun, menyeret organisasi tersebut pada keusangan.
Organisasi sejatinya sangat mirip dengan manusia. Bukankah pada hakekatnya organisasi adalah sekumpulan manusia dengan tujuan, sistem, struktur dan kultur tertentu ? Nah, agar organisasi berkembang dan memiliki keunggulan kompetitif, organisasi mesti mempunyai tradisi sebagai organisasi pembelajaran (learning organization) dan mempunyai kemampuan untuk mengelola pengetahuan (knowledge management) dengan baik.
Dalam organisasi pembelajaran (learning organization), komitmen dan kapasitas belajar ditumbuhkan secara berkesinambungan bagi seluruh anggota di tiap tataran organisasi.
Schwandt menyatakan organisasi pembelajaran memungkinkan organisasi merubah informasi menjadi pengetahuan yang berharga (valued knowledge) yang akan meningkatkan kemampuan organisasi. Boleh dikatakan, organisasi pembelajaran merupakan ‘wadah’- dengan sistem tertentu - yang memungkinkan anggota organisasi untuk terus belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuannya.
Seperti yang diusulkan Senge, terdapat lima unsur penting mesti diperhatikan dalam pembentukannya, yakni visi bersama yang mesti digapai, model mental, keahlian personal, pembelajaran tim, dan berpikir sistematik.
Yang tak kalah pentingnya adalah kepemimpinannya. Tipe kepemimpinan yang paling sesuai untuk mendukung adalah kepemimpinan yang memberdayakan (empowerment leadership). Kepemimpinan ini memberikan penugasan, pendelegasian, dan dukungan positif kepada setiap anggota organisasi, sehingga kegiatan pembelajaran dan kinerja tim menjadi lebih baik. Penugasan yang diberikan mempunyai standar yang tinggi. Pendelegasian dilakukan berdasar prinsip penghargaan dan kepercayaan agar anggota merasa dirinya berdaya (baca : berkontribusi) dalam menggapai visi bersama. Pendelegasian semacam ini menunjukkan munculnya otonomi yang membebaskan anggota dari birokrasi yang melelahkan.
Harapan lainnya adalah terbentuknya dukungan positif sebagai cerminan integritas diri pemimpin. Dukungan positif mencakup sikap menghargai pelaksanaan tugas (terutama tugas yang berat) dan penghargaan atas sikap adil, konsisten, dan kejujuran anggota. Tak ayal, tipe kepemimpinan yang memberdayakan akan menghasilkan peningkatan kinerja jangka pendek dan membangun komitmen bersama dalam jangka panjang sehingga visi bersama dapat tercapai.
Kepemimpinan ini mesti disertai pengelolaan aset intelektual organisasi dalam rangka pembentukan knowledge management (KM), yang merupakan kontribusi dari setiap anggota organisasi agar saling mengembangkan gagasan yang berbeda. Pengalaman, pengetahuan, dan keahlian anggota organisasi, dikumpulkan, dikelola dan distribusikan ke seluruh organisasi. Organisasi mengakumulasi segenap kompetensi anggotanya, dan dijadikan kompetensi organisasi.
Proses ini akan menghasilkan knowledge-based worker yang merupakan dasar inovasi dan kreasi anggota organisasi yang akan meningkatkan nilai organisasi, karena membangun manusia pembelajar dalam organisasi. Pada galibnya, belajar merupakan proses untuk mengenali dan memahami diri sendiri (self awareness), lingkungan (cosmo awareness), dan interaksi keduanya (relationship awareness). Organisasi dan anggotanya, menjadi cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan siap untuk berkompetisi.
* A. B. Susanto* Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di harian Bisnis Indonesia akhir Juli 2004
Arie de Geus menyatakan agar dapat bertahan lama sebuah perusahaan harus memungkinkan orang-orangnya tumbuh dalam komunitas yang disatukan oleh nilai-nilai yang dinyatakan secara jelas dan konsisten. Nilai-nilai yang didasarkan atas identitas organisasi, kemauan untuk berubah dan semangat akan pengembangan. Komitmen pada sumber daya manusia ditempatkan di atas aset, dan respek terhadap inovasi dan pembelajaran.
Perusahaan harus terus-menerus mencari cara untuk menciptakan dan mewujudkan nilai (value) melalui inovasi tiada henti. Kemampuan untuk segera tanggap terhadap perubahan merupakan persyaratan agar perusahaan tetap bisa bertahan.
Pada dasarnya kinerja organisasi merefleksikan kombinasi antara kompetensi organisasional dan keselarasan organisasi dengan lingkungannya. Keselarasan yang ditentukan oleh sejauh mana kumpulan pengetahuan organisasional sesuai dengan tuntutan eksternal. Kemampuan organisasi menyempurnakan dan mengeksploitasi pengetahuan organisasionalnya sehingga mampu menciptakan pengetahuan baru dan menghasilkan inovasi, sangat bergantung pada pola komunikasi dan distribusi pengetahuan dalam organisasi. Jadi, bila peningkatan usia organisasi cenderung meningkatkan kekakuan pada pola komunikasi dan distribusi pengetahuan, maka sejalan dengan meningkatnya usia, organisasi pun menghasilkan lebih sedikit inovasi.
Kesenjangan antara kompetensi organisasional dengan tuntutan lingkungan juga meningkat sejalan dengan waktu. Bila organisasi relatif lamban (untuk berubah) maka keputusan-keputusan serta praktek-praktek yang dibawa sejak organisasi berdiri masih tetap berlaku. Akibatnya, ketika lingkungan eksternal berubah dengan cepat, keselarasan antara organisasi dengan lingkungannya akan menurun, menyeret organisasi tersebut pada keusangan.
Organisasi sejatinya sangat mirip dengan manusia. Bukankah pada hakekatnya organisasi adalah sekumpulan manusia dengan tujuan, sistem, struktur dan kultur tertentu ? Nah, agar organisasi berkembang dan memiliki keunggulan kompetitif, organisasi mesti mempunyai tradisi sebagai organisasi pembelajaran (learning organization) dan mempunyai kemampuan untuk mengelola pengetahuan (knowledge management) dengan baik.
Dalam organisasi pembelajaran (learning organization), komitmen dan kapasitas belajar ditumbuhkan secara berkesinambungan bagi seluruh anggota di tiap tataran organisasi.
Schwandt menyatakan organisasi pembelajaran memungkinkan organisasi merubah informasi menjadi pengetahuan yang berharga (valued knowledge) yang akan meningkatkan kemampuan organisasi. Boleh dikatakan, organisasi pembelajaran merupakan ‘wadah’- dengan sistem tertentu - yang memungkinkan anggota organisasi untuk terus belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuannya.
Seperti yang diusulkan Senge, terdapat lima unsur penting mesti diperhatikan dalam pembentukannya, yakni visi bersama yang mesti digapai, model mental, keahlian personal, pembelajaran tim, dan berpikir sistematik.
Yang tak kalah pentingnya adalah kepemimpinannya. Tipe kepemimpinan yang paling sesuai untuk mendukung adalah kepemimpinan yang memberdayakan (empowerment leadership). Kepemimpinan ini memberikan penugasan, pendelegasian, dan dukungan positif kepada setiap anggota organisasi, sehingga kegiatan pembelajaran dan kinerja tim menjadi lebih baik. Penugasan yang diberikan mempunyai standar yang tinggi. Pendelegasian dilakukan berdasar prinsip penghargaan dan kepercayaan agar anggota merasa dirinya berdaya (baca : berkontribusi) dalam menggapai visi bersama. Pendelegasian semacam ini menunjukkan munculnya otonomi yang membebaskan anggota dari birokrasi yang melelahkan.
Harapan lainnya adalah terbentuknya dukungan positif sebagai cerminan integritas diri pemimpin. Dukungan positif mencakup sikap menghargai pelaksanaan tugas (terutama tugas yang berat) dan penghargaan atas sikap adil, konsisten, dan kejujuran anggota. Tak ayal, tipe kepemimpinan yang memberdayakan akan menghasilkan peningkatan kinerja jangka pendek dan membangun komitmen bersama dalam jangka panjang sehingga visi bersama dapat tercapai.
Kepemimpinan ini mesti disertai pengelolaan aset intelektual organisasi dalam rangka pembentukan knowledge management (KM), yang merupakan kontribusi dari setiap anggota organisasi agar saling mengembangkan gagasan yang berbeda. Pengalaman, pengetahuan, dan keahlian anggota organisasi, dikumpulkan, dikelola dan distribusikan ke seluruh organisasi. Organisasi mengakumulasi segenap kompetensi anggotanya, dan dijadikan kompetensi organisasi.
Proses ini akan menghasilkan knowledge-based worker yang merupakan dasar inovasi dan kreasi anggota organisasi yang akan meningkatkan nilai organisasi, karena membangun manusia pembelajar dalam organisasi. Pada galibnya, belajar merupakan proses untuk mengenali dan memahami diri sendiri (self awareness), lingkungan (cosmo awareness), dan interaksi keduanya (relationship awareness). Organisasi dan anggotanya, menjadi cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan siap untuk berkompetisi.
* A. B. Susanto* Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di harian Bisnis Indonesia akhir Juli 2004
0 Comments:
Post a Comment
<< Home