Identitas Korporat
Begitu mendengar kata korporat, yang pertama muncul dalam benak adalah suatu entitas organisasi yang besar. Bila kata korporat ini disandingkan dengan identitas maka gambaran yang terbentuk adalah wajah, citra, dan reputasi suatu organisasi yang besar.
Identitas korporat memang tidak bisa lepas dari logo, teks atau akronim, warna dan elemen visual lain yang banyak dipakai untuk mempromosikan citra dan reputasi suatu organisasi. Identitas McDonald yang begitu memikat misalnya, sangat mempengaruhi citra positif yang terbentuk, meski sudah jamak diakui bahwa fast food itu termasuk junk food. Dalam banyak industri, citra memegang peran yang sangat vital. Sedangkan reputasi merupakan gambaran yang terbentuk dari apa yang dianggap benar tentang organisasi berdasarkan interaksi sebelumnya. Citra dan reputasi tidak bisa tidak sangat menentukan dalam mencapai tujuan organisasi dan membuatnya tetap kompetitif.
Identitas korporat merepresentasikan eksistensi organisasi, merangkum sejarah, kepercayaan, filosofi, teknologi, sumber daya manusia, nilai-nilai etis dan kultural, dan strategi organisasi. Sebagai pembeda (uniqueness) dengan kompetitor dan organisasi lain di pasar yang makin kompetitif, identitas korporat menunjukkan definisi dan identifikasi karakter atau personalitas organisasi. Dengan demikian identitas korporat mempunyai ‘power’ untuk membantu menentukan positioning organisasi terhadap pesaingnya dan pasar secara umum. Lebih jauh, identitas korporat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari corporate branding. Dengan demikian, identitas korporat harus mencerminkan konstruk yang positif, kuat, dan memberi impresi yang membekas dan dalam.
Identitas korporat juga terkait dengan setiap interaksi yang melibatkan organisasi, tidak saja dengan klien atau pelanggan, tetapi juga investor, kompetitor, dan bahkan karyawan. Dengan demikian identitas korporat menjadi bagian soft dari manajemen persepsi khalayak terhadap organisasi. Selain berperan penting dalam menghubungkan keperluan internal dan ekspektasi pihak eksternal, identitas korporat juga berperan dalam mengakomodir perubahan lingkungan. Dalam peran yang terakhir, identitas korporat dapat menjadi perangkat strategis untuk membantu organisasi menghadapi perubahan, misalnya menjawab tuntutan terhadap corporate responsibility.
Tetapi tidak jarang identitas korporat tidak disadari dengan baik oleh khalayak yang disasar, atau bahkan dinilai tidak relevan atau terlalu dibuat-buat (artifisial). Situasi ini muncul karena designer gagal untuk mengakomodasi interaksi dengan banyak pihak tetapi terjebak oleh keinginan segelintir orang yang kurang memahami esensinya. Sering terjadi kesalahpahaman dalam hal ini, dengan menganggap makin rumit suatu identitas maka akan makin artistik dan makin bagus. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, makin sederhana suatu identitas, makin mudah ia diingat dan meninggalkan kesan yang mendalam dan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Impresi pertama, yang oleh psikolog disebut “primacy effect”, menentukan bagaimana penilaian diberikan. Jika konstruksi yang tertanam kurang bagus, maka bisa dipengaruhi dengan “recency effect” melalui penggantian dengan tampilan baru yang lebih memikat. Ibarat operasi plastik yang bisa merubah penampilan seseorang menjadi identitas yang baru.
Prosesnya memang tidak mudah, kebutuhan organisasi harus diidentifikasi melalui riset. Riset juga menunjukkan karakteristiknya, karena antara consumer good dan non-consumer good industry, juga gaya yang disandang entah itu gaya yang konservatif, modern, atau kasual berpengaruh pada tampilan identitas korporat. Riset tersebut harus mencakup bagaimana pihak lain mengatakan tentang siapa, apa yang dilakukan, dan bagaimana organisasi Anda melakukan bisnis. Selain itu juga mencakup relevansi dan kredibilitas organisasi Anda. Sudah sesuaikah persepsi itu dengan tujuan dan sasaran organisasi? Dapatkah berperan dalam mengartikulasikan misi, attitude, dan kultur organisasi? Hasil riset ini digunakan untuk membangkitkan ide solusi bagi permasalahan yang dihadapi. Identitas baru yang terbentuk kemudian digulirkan secara konsisten dan sesering mungkin dengan mengoptimalkan semua aplikasi antar-muka yang mungkin. Sering terjadi, komunikasi yang terbentuk ini lebih efektif dari kata-kata dalam meningkatkan perceived value. Komunikasi ini juga mensyaratkan konsistensi tidak hanya antar aplikasi antar muka yang sifatnya statis tapi juga human capital dalam setiap interaksinya.
Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki identitas korporat tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Mental ”piyama” (baju seadanya) yang mempertaruhkan identitas korporat dengan mempertahankan identitas lama yang sudah tidak relevan, tentu bukan tindakan yang tepat. Apalagi mempertaruhkan nasib dengan menyerahkannya pada desainer amatir.
Saat yang paling sering dimanfaatkan untuk mengganti identitas korporat adalah setelah akuisisi atau merger. Waktu favorit yang lain adalah momen pergantian tahun. Tapi pilihan waktu ini relatif. Yang lebih prinsip adalah menjadi proaktif selalu lebih baik daripada reaktif. Revitalisasi perusahaan misalnya, dapat dimulai dengan memperbaharui identitas korporatnya.
* A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di harian Bisnis Indonesia awal Februari 2005
Identitas korporat memang tidak bisa lepas dari logo, teks atau akronim, warna dan elemen visual lain yang banyak dipakai untuk mempromosikan citra dan reputasi suatu organisasi. Identitas McDonald yang begitu memikat misalnya, sangat mempengaruhi citra positif yang terbentuk, meski sudah jamak diakui bahwa fast food itu termasuk junk food. Dalam banyak industri, citra memegang peran yang sangat vital. Sedangkan reputasi merupakan gambaran yang terbentuk dari apa yang dianggap benar tentang organisasi berdasarkan interaksi sebelumnya. Citra dan reputasi tidak bisa tidak sangat menentukan dalam mencapai tujuan organisasi dan membuatnya tetap kompetitif.
Identitas korporat merepresentasikan eksistensi organisasi, merangkum sejarah, kepercayaan, filosofi, teknologi, sumber daya manusia, nilai-nilai etis dan kultural, dan strategi organisasi. Sebagai pembeda (uniqueness) dengan kompetitor dan organisasi lain di pasar yang makin kompetitif, identitas korporat menunjukkan definisi dan identifikasi karakter atau personalitas organisasi. Dengan demikian identitas korporat mempunyai ‘power’ untuk membantu menentukan positioning organisasi terhadap pesaingnya dan pasar secara umum. Lebih jauh, identitas korporat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari corporate branding. Dengan demikian, identitas korporat harus mencerminkan konstruk yang positif, kuat, dan memberi impresi yang membekas dan dalam.
Identitas korporat juga terkait dengan setiap interaksi yang melibatkan organisasi, tidak saja dengan klien atau pelanggan, tetapi juga investor, kompetitor, dan bahkan karyawan. Dengan demikian identitas korporat menjadi bagian soft dari manajemen persepsi khalayak terhadap organisasi. Selain berperan penting dalam menghubungkan keperluan internal dan ekspektasi pihak eksternal, identitas korporat juga berperan dalam mengakomodir perubahan lingkungan. Dalam peran yang terakhir, identitas korporat dapat menjadi perangkat strategis untuk membantu organisasi menghadapi perubahan, misalnya menjawab tuntutan terhadap corporate responsibility.
Tetapi tidak jarang identitas korporat tidak disadari dengan baik oleh khalayak yang disasar, atau bahkan dinilai tidak relevan atau terlalu dibuat-buat (artifisial). Situasi ini muncul karena designer gagal untuk mengakomodasi interaksi dengan banyak pihak tetapi terjebak oleh keinginan segelintir orang yang kurang memahami esensinya. Sering terjadi kesalahpahaman dalam hal ini, dengan menganggap makin rumit suatu identitas maka akan makin artistik dan makin bagus. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya, makin sederhana suatu identitas, makin mudah ia diingat dan meninggalkan kesan yang mendalam dan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Impresi pertama, yang oleh psikolog disebut “primacy effect”, menentukan bagaimana penilaian diberikan. Jika konstruksi yang tertanam kurang bagus, maka bisa dipengaruhi dengan “recency effect” melalui penggantian dengan tampilan baru yang lebih memikat. Ibarat operasi plastik yang bisa merubah penampilan seseorang menjadi identitas yang baru.
Prosesnya memang tidak mudah, kebutuhan organisasi harus diidentifikasi melalui riset. Riset juga menunjukkan karakteristiknya, karena antara consumer good dan non-consumer good industry, juga gaya yang disandang entah itu gaya yang konservatif, modern, atau kasual berpengaruh pada tampilan identitas korporat. Riset tersebut harus mencakup bagaimana pihak lain mengatakan tentang siapa, apa yang dilakukan, dan bagaimana organisasi Anda melakukan bisnis. Selain itu juga mencakup relevansi dan kredibilitas organisasi Anda. Sudah sesuaikah persepsi itu dengan tujuan dan sasaran organisasi? Dapatkah berperan dalam mengartikulasikan misi, attitude, dan kultur organisasi? Hasil riset ini digunakan untuk membangkitkan ide solusi bagi permasalahan yang dihadapi. Identitas baru yang terbentuk kemudian digulirkan secara konsisten dan sesering mungkin dengan mengoptimalkan semua aplikasi antar-muka yang mungkin. Sering terjadi, komunikasi yang terbentuk ini lebih efektif dari kata-kata dalam meningkatkan perceived value. Komunikasi ini juga mensyaratkan konsistensi tidak hanya antar aplikasi antar muka yang sifatnya statis tapi juga human capital dalam setiap interaksinya.
Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki identitas korporat tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Mental ”piyama” (baju seadanya) yang mempertaruhkan identitas korporat dengan mempertahankan identitas lama yang sudah tidak relevan, tentu bukan tindakan yang tepat. Apalagi mempertaruhkan nasib dengan menyerahkannya pada desainer amatir.
Saat yang paling sering dimanfaatkan untuk mengganti identitas korporat adalah setelah akuisisi atau merger. Waktu favorit yang lain adalah momen pergantian tahun. Tapi pilihan waktu ini relatif. Yang lebih prinsip adalah menjadi proaktif selalu lebih baik daripada reaktif. Revitalisasi perusahaan misalnya, dapat dimulai dengan memperbaharui identitas korporatnya.
* A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di harian Bisnis Indonesia awal Februari 2005
1 Comments:
At 9:04 PM, kangazi said…
cukup membantu ..
salam kenal
http://www.kotak-qu.blogspot.com/
Post a Comment
<< Home