Strategi Bisnis

"Dalang", mengurai dari balik tabir....

Friday, July 22, 2005

EMPLOYEE ENGAGEMENT

Kepuasan karyawan (employee satisfaction) saja, pada saat ini sudah dianggap kurang memadai bagi organisasi untuk menunjang kinerja karyawan. Bisa saja terjadi karyawan yang memiliki kepuasan tinggi, justru tidak termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang terbaik. Sebagian diantaranya justru ongkang-ongkang kaki untuk ‘menikmati’ pekerjaannya.

Lebih dari sekedar kepuasan kerja, karyawan diharapkan mempunyai engagement, suatu keterlibatan, komitmen, keinginan berkontribusi dan rasa memiliki (ownership) terhadap pekerjaan dan perusahaan. Di dalam terminologi ini, termasuk pula di dalamnya timbulnya rasa saling percaya (trust), loyalitas terhadap pekerjaan dan perusahaan, serta kebanggaan terhadap perusahaan dan semangat bekerjasama.

Penjabaran lebih lanjut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang peran yang diemban oleh karyawan dalam sebuah organisasi. Pertama, tentu saja peran seorang karyawan sebagai pemegang jabatan tertentu dalam organisasi (job holder role). Karyawan bekerja untuk melaksanakan tugas–tugas seperti yang telah tertuang dalam deskripsi jabatan. Kemudian yang lain adalah perannya sebagai anggota tim, yang intinya adalah bagaimana karyawan saling bahu-membahu dengan sesama anggota tim untuk mencapai tujuan kelompok.

Dalam kaitannya dengan peran karyawan ini, ada pula entrepreneur role, peran yang mengharapkan karyawan untuk menuangkan gagasan-gagasannya demi pelaksanaan tugasnya maupun untuk kepentingan organisasi yang lebih luas. Berkaitan dengan karirnya, karyawan juga dituntut untuk selalu mengembangkan karirnya dalam organisasi melalui pengembangan kompetensinya secara berkelanjutan, melalui proses pembelajaran untuk menguasai skill baru yang dituntut oleh jabatan dengan jenjang yang lebih tinggi. Dan tentu saja yang tak boleh ketinggalan adalah perannya sebagai anggota organisasi. Bagaimana ia harus bertindak untuk mendukung organisasi, walaupun tugas ini tidak tertera dalam job description, dan tidak pula tercantum dalam tugas-tugas kelompok.

Sejatinya employee engagement memiliki tingkatan-tingkatan mulai dari ranah kognitif, afektif, konatif maupun perilaku. Dari ranah kognitif menggambarkan aspek pikiran, yang intinya adalah aspek evaluasi logis terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi. Ranah afektif adalah aspek emosional, yang meliputi sense of belonging dan kebanggaan terhadap organisasi maupun pekerjaanya. Ranah konatif menyatakan niat (intention) seberapa jauh keinginan untuk berbuat bagi organisasi. Dan dari sisi perilaku apakah tindakan nyata yang menunjukkan dukungan terhadap organisasi.

Employee engagement harus dipandang sebagai sebuah proses yang membutuhkan pembelajaran yang berkelanjutan, yang memerlukan pengukuran secara periodik sebagai sarana untuk memantau perkembangannya, dan tentu saja diperlukan tindakan yang berkelanjutan pula.

Pendorong utama bagi terciptanya employee engagement diantaranya adalah keterlibatan terhadap organisasi secara keseluruhan dan adanya ikatan emosional terhadap organisasi. Lingkungan kelompok dan lingkungan pekerjaan yang menantang bagi seseorang untuk berkembang merupakan pendorong berikutnya.

Secara umum terdapat sederet aspek yang dapat dijadikan prediktor bagi terbentuknya engagement seperti saling percaya (trust), iklim kerja, terdapatnya rasa keadilan, dan berbagai aspek lainnya seperti kesempatan, kompensasi, budaya, pengembangan, kepemimpinan, company practices, yang dapat saja diberi nama yang berbeda-beda.

Prasyarat terbentuknya employee engagement terutama adalah kepemimpinan yang suportif yang dituntun oleh visi yang jernih dan nilai-nilai yang kuat. Juga harus ditunjang oleh proses yang baik, serta struktur yang suportif sebagai pengejawantahan dari corporate practices, yang dilaksanakan sampai kepada tingkat kelompok yang terkecil.

Lantas bagaimana untuk mengetahui sejauhmana tingkat engagement karyawan ? Harus dilakukan pengukuran terhadap engagement ini, yang dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam upaya-upaya perbaikan yang dilakukan. Tingkat engagement ini harus dikuantifikasi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk survei. Karena survei ini dilakukan sebagai umpan balik, termasuk umpan balik terhadap seberapa jauh upaya-upaya perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan engagement, maka survei ini haruslah bersifat periodik.

Tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi dimensi atau aspek-aspek apa saja yang diasumsikan memberi kontribusi terhadap tingkat employee engagement. Yang harus disadari adalah aspek-aspek ini ketika dirumuskan di belakang meja bersifat asumtif, sehingga harus diverifikasi dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif melalui in-depth interview maupun focus group discussion. Harus diingat bahwa employee engagement survey ini harus bersifat customized, karena setiap organisasi mempunyai karakteristik yang khas dan unik. Berarti pula dalam mendesain survei ini tidak boleh searah yang bersifat top-down, harus mendengarkan apa sesungguhnya aspirasi karyawan.

Survei ini merupakan tools dalam kerangka perbaikan manajemen, sehingga harus dicangkokkan dalam sistem dan menyatu (embedded). Dan tentunya sebagai bagian dari sistem harus dilakukan secara periodik dan berkelanjutan.

* AB. Susanto*Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di harian Bisnis Indonesia awal Mei 2004

3 Comments:

  • At 3:45 PM, Blogger Nurhajati Ma'mun said…

    Apakah anda punya hasil survei ny di Indonesia? Apkah saya bisa memperolehnya? Terimakasih

     
  • At 8:55 AM, Blogger asrofi said…

    sayangnya dalam kontrak kami dengan klien ada klausul tentang confidentiality sehingga tidak bisa dishare dengan pihak lain.

    terima kasih atas pengertiannya.
    salam:
    alumnus ipb angkatan 31

     
  • At 9:34 AM, Blogger Unknown said…

    bisa minta bahan2 tentang employee angagement ga???
    saya butuh buat bahan skripsi,,terima kasih
    _erwan_
    klo boleh tolong kirim ke email saya
    erwanisme@yahoo.com
    atau erwanisme@gmail.com

     

Post a Comment

<< Home