Value Retailing
Sebagai salah satu pembicara dalam 2005 Annual Indonesian Retail Networking Conference di Ballroom Hotel Grand Hyatt baru-baru ini saya menangkap aura optimisme dari wajah-wajah peritel negeri ini. Sungguh luar biasa. Bagaimana tidak, aura ini terpancar justru saat kondisi rupiah makin tidak menguntungkan industri ritel nasional. Belum lagi jika dipertimbangkan makin melangitnya harga BBM yang tentu saja memukul sendi-sendi industri ritel, terutama menurunnya daya beli konsumen.
Menurunnya daya beli ini makin membuat peritel harus lebih berpandai-pandai membaca keinginan dan perilaku konsumen di samping mengantisipasi move peritel lainnya. Kita tahu, belakangan ini makin banyak peritel menerapkan low cost strategy dengan memberikan tawaran utama berupa harga yang murah kepada konsumen, kategori peritel yang sering disebut sebagai value retailer. Dengan kekuatan yang dimilikinya, peritel kategori ini berani menantang adu murah harga.
Pilihan yang dihadapi dalam hal ini adalah melayani perang harga atau melakukan diversifikasi secara tajam. Perang harga ujung-ujungnya memang menguntungkan konsumen, tetapi tidak dikehendaki peritel lain pada umumnya. Melayani value retailer dalam perang harga bukanlah perkara gampang. Tanpa adanya perubahan mendasar dalam infrastruktur yang menjamin keunggulan dalam supply chain dan distribusi, maka terjun dalam perang harga ibarat kamikaze. Yang lebih fleksibel adalah merubah proposisi value pada konsumen dan memberikan layanan yang lebih baik dalam pengalaman belanja konsumen sebagai justifikasi mengapa harganya lebih mahal.
Dalam dunia ritel, titik masuk bagi penyampaian value kepada konsumen meliputi identitas yang ditentukan oleh kemampuan peritel untuk menyajikan keunggulan diferensial yang kompetitif. Dengan demikian, identitas tersebut harus didukung oleh estetika, baik secara visual maupun kondisi lingkungannya. Estetika yang tidak meninggalkan sentuhan emosional demi terciptanya pengalaman berbelanja yang mengesankan.
Secara fungsional value dirasakan konsumen melalui kualitas layanan, dukungan teknologi, dan harga yang menarik. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa dunia ritel tidak dapat dipisahkan dari gaya hidup.
Customer Value
Berbicara dalam konteks yang lebih luas, yang tidak hanya terbatas di bidang ritel, customer value dapat dijabarkan sebagai preferensi yang dirasakan pelanggan terhadap ciri produk, kinerja, dan sejauh mana telah memenuhi apa yang diinginkan pelanggan.
Berkaitan dengan customer value, dalam implementasinya dilakukan Value Chain Analysis untuk membantu perusahaan mengidentifikasi sumber dan kapabilitas potensialnya yang kompetitif. Ibarat lomba lari maka start-nya adalah customer needs, dan garis finish-nya adalah customer delight. Untuk merubah orientasi dari product-focused menjadi customer-focused perusahaan harus memenuhi tiga tahap berikut: mengenal pelanggan; menyampaikan value yang signifikan dan kompetitif; serta menciptakan budaya yang customer-centric.
Untuk dapat memberikan keunggulan kompetitif, tidaklah cukup dengan value secara fungsional tapi juga secara emosional. Lantas, apa yang membuat pelanggan puas? Untuk bisa menjawabnya terlebih dahulu dikaji apa yang diharapkan pelanggan terhadap perusahaan, yaitu tanggung jawab, kualitas, value dan inovasi dari produk dan layanan, kualitas keseluruhan layanan/dukungan, dan penyajian yang tepat waktu.
Apa peran loyalitas dalam kehidupan pelanggan? Sebagian besar pelanggan mempunyai keinginan yang kuat untuk membangun loyalitas. Mereka akan kembali dan kembali lagi jika diperlakukan dengan baik dan merasa nyaman. Dengan loyalitas ini pelanggan ingin mengurangi resiko dengan kembali ke perusahaan yang mereka percayai karena mereka tahu apa yang akan mereka dapatkan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan customer value kuncinya terletak pada komunikasi. Promosi pemasaran penting untuk mempertahankan pelanggan (customer retention) dan mendongkrak penjualan. Pilihan yang dibuat pelanggan didasarkan atas persepsi mereka. Semakin kuat mengenal pelanggan, akan lebih mudah mempengaruhi persepsi mereka secara efektif.
Penopang utama tercapainya value delivery yang prima adalah manusia yang ada dalam organisasi. Prinsip utama dalam value delivery adalah memberi nilai tambah pada tiap tahap dalam aliran nilai sesuai dengan proposisi nilai yang dijanjikan serta mengumpulkan informasi dan data untuk perbaikan kontinyu (continuous improvement) terhadap proses. Harapan terhadap value delivery ini secara finansial tercermin dalam laba, pertumbuhan laba, rasio keuangan, cash flow, dan kemampuan meraup modal. Ke depan akan tercermin dalam posisi pasar, potensi pertumbuhan, perbaikan kontinyu, serta knowledge management.
* Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di Harian Bisnis Indonesia
Menurunnya daya beli ini makin membuat peritel harus lebih berpandai-pandai membaca keinginan dan perilaku konsumen di samping mengantisipasi move peritel lainnya. Kita tahu, belakangan ini makin banyak peritel menerapkan low cost strategy dengan memberikan tawaran utama berupa harga yang murah kepada konsumen, kategori peritel yang sering disebut sebagai value retailer. Dengan kekuatan yang dimilikinya, peritel kategori ini berani menantang adu murah harga.
Pilihan yang dihadapi dalam hal ini adalah melayani perang harga atau melakukan diversifikasi secara tajam. Perang harga ujung-ujungnya memang menguntungkan konsumen, tetapi tidak dikehendaki peritel lain pada umumnya. Melayani value retailer dalam perang harga bukanlah perkara gampang. Tanpa adanya perubahan mendasar dalam infrastruktur yang menjamin keunggulan dalam supply chain dan distribusi, maka terjun dalam perang harga ibarat kamikaze. Yang lebih fleksibel adalah merubah proposisi value pada konsumen dan memberikan layanan yang lebih baik dalam pengalaman belanja konsumen sebagai justifikasi mengapa harganya lebih mahal.
Dalam dunia ritel, titik masuk bagi penyampaian value kepada konsumen meliputi identitas yang ditentukan oleh kemampuan peritel untuk menyajikan keunggulan diferensial yang kompetitif. Dengan demikian, identitas tersebut harus didukung oleh estetika, baik secara visual maupun kondisi lingkungannya. Estetika yang tidak meninggalkan sentuhan emosional demi terciptanya pengalaman berbelanja yang mengesankan.
Secara fungsional value dirasakan konsumen melalui kualitas layanan, dukungan teknologi, dan harga yang menarik. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa dunia ritel tidak dapat dipisahkan dari gaya hidup.
Customer Value
Berbicara dalam konteks yang lebih luas, yang tidak hanya terbatas di bidang ritel, customer value dapat dijabarkan sebagai preferensi yang dirasakan pelanggan terhadap ciri produk, kinerja, dan sejauh mana telah memenuhi apa yang diinginkan pelanggan.
Berkaitan dengan customer value, dalam implementasinya dilakukan Value Chain Analysis untuk membantu perusahaan mengidentifikasi sumber dan kapabilitas potensialnya yang kompetitif. Ibarat lomba lari maka start-nya adalah customer needs, dan garis finish-nya adalah customer delight. Untuk merubah orientasi dari product-focused menjadi customer-focused perusahaan harus memenuhi tiga tahap berikut: mengenal pelanggan; menyampaikan value yang signifikan dan kompetitif; serta menciptakan budaya yang customer-centric.
Untuk dapat memberikan keunggulan kompetitif, tidaklah cukup dengan value secara fungsional tapi juga secara emosional. Lantas, apa yang membuat pelanggan puas? Untuk bisa menjawabnya terlebih dahulu dikaji apa yang diharapkan pelanggan terhadap perusahaan, yaitu tanggung jawab, kualitas, value dan inovasi dari produk dan layanan, kualitas keseluruhan layanan/dukungan, dan penyajian yang tepat waktu.
Apa peran loyalitas dalam kehidupan pelanggan? Sebagian besar pelanggan mempunyai keinginan yang kuat untuk membangun loyalitas. Mereka akan kembali dan kembali lagi jika diperlakukan dengan baik dan merasa nyaman. Dengan loyalitas ini pelanggan ingin mengurangi resiko dengan kembali ke perusahaan yang mereka percayai karena mereka tahu apa yang akan mereka dapatkan.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan customer value kuncinya terletak pada komunikasi. Promosi pemasaran penting untuk mempertahankan pelanggan (customer retention) dan mendongkrak penjualan. Pilihan yang dibuat pelanggan didasarkan atas persepsi mereka. Semakin kuat mengenal pelanggan, akan lebih mudah mempengaruhi persepsi mereka secara efektif.
Penopang utama tercapainya value delivery yang prima adalah manusia yang ada dalam organisasi. Prinsip utama dalam value delivery adalah memberi nilai tambah pada tiap tahap dalam aliran nilai sesuai dengan proposisi nilai yang dijanjikan serta mengumpulkan informasi dan data untuk perbaikan kontinyu (continuous improvement) terhadap proses. Harapan terhadap value delivery ini secara finansial tercermin dalam laba, pertumbuhan laba, rasio keuangan, cash flow, dan kemampuan meraup modal. Ke depan akan tercermin dalam posisi pasar, potensi pertumbuhan, perbaikan kontinyu, serta knowledge management.
* Managing Partner The Jakarta Consulting Group
** Dimuat di Harian Bisnis Indonesia
1 Comments:
At 7:01 PM, pakar bisnis online said…
informasi bagus salam kenal
Post a Comment
<< Home